Kiprah guru tidak hanya bisa ditunjukkan dengan berbagi ilmu di depan kelas semata. Tugas sebagai pendidik juga harus bisa menjadi contoh sekaligus dekat layaknya teman bagi siswanya. Seperti yang dilakukan Purwantini yang mengelola kantin kejujuran di SMAN 1 Kepanjen. Apa saja yang dilakukan guru yang tengah memasuki masa pensiun ini?
Suara bel tanda istirahat terdengar nyaring di halaman SMAN 1 kemarin siang (20/2). Sejurus kemudian, ratusan siswa terlihat berhamburan keluar dari kelasnya. Salah satu tempat favorit jujukan mereka tentu saja kantin sekolah. Tempat untuk njajan di sudut sekolah itu tidak ada penjaganya. Di bagian depan gazebo ada tulisan kantin kejujuran.
Ya, hanya terlihat deretan berbagai jenis kue dan snack di tempat tersebut. Ya, itulah tempat untuk menguji kejujuran siswa SMAN 1 Kepanjen setiap hari. Adalah Purwantini, sosok di belakang kantin kejujuran yang sudah enam tahun ini mendapat tugas untuk mengelolanya. ”Ya, setiap istirahat selalu ramai, tapi kadang meski ramai masih saja rugi. Namanya juga kantin kejujuran, ada yang jujur dan ada yang tidak,” katanya lantas terkekeh saat ditemui wartawan koran ini.
Purwantini menyatakan, kantin tersebut sudah ada sejak 2010. Kantin tersebut merupakan program pemerintah dan diberikan bantuan modal senilai Rp 7 juta. Dalam waktu tiga tahun, kantin tidak berkembang dan modalnya hanya tersisa Rp 191 ribu. ”Saya baru mengelolanya pada 2013, modalnya sudah habis. Sempat saya mengajukan untuk tidak dilanjutkan, tapi kepala sekolah memberikan semangat untuk melanjutkannya,” kenang dia.
Guru mata pelajaran PKn (pendidikan kewarganegaraan) tersebut lantas melibatkan para siswa dari OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah) untuk membantu. Kebetulan program kantin kejujuran juga menjadi bagian dari OSIS. Purwantini mendorong para siswa untuk terus bersemangat. ”Saya ajak anak-anak diskusi untuk mengelola lagi, ternyata mereka bersemangat. Itu yang menjadi modal saya untuk terus membina,” jelasnya.
Meski sudah berjalan, tapi pertumbuhan kantin ini tidak bisa cepat. Sebab, beberapa kali juga mengalami kerugian karena pemasukan tidak terkontrol. Kadang ada siswa yang membeli, tapi tidak membayar. Namun, Purwantini tidak menyerah. ”Ya mau bagaimana lagi, itu sarana kami untuk memberikan pembelajaran kepada para siswa. Bahkan, ini sudah menjadi ikon sekolah. Itu yang membuat saya tetap bersemangat,” katanya.
Nenek satu cucu ini mengaku jika dalam posisi bagus, dalam sehari omzetnya bisa mencapai Rp 750 ribu. Tapi, tak jarang juga sampai rugi karena masih ada siswa yang tak jujur.
Untuk memberi penyadaran, setiap upacara, dia selalu mengumumkan pendapatan kantin kepada seluruh siswa. ”Setiap upacara saya laporkan, kalau untung ya senang. Tapi, kalau rugi itu ya susah, pengumuman itu untuk menyadarkan siswa juga,” kata istri Budi Darmawan Susanto tersebut.
Kini Purwantini menjadikan kantin kejujuran sebagai sarana untuk memberikan pembelajaran kepada para siswa secara langsung. Apalagi di akhir masa jabatannya sebagai guru, paling tidak dia masih bisa memberikan manfaat dan mencetak siswa-siswi yang jujur. ”Ya sebentar lagi saya pensiun, semoga ini bisa menjadi pengabdian saya,” terangnya.
Namun, dia tidak pernah marah kepada siswanya yang bandel. Sebab, memang untuk mengubah kebiasaan itu tidak mudah. Tapi, paling tidak mereka sudah belajar jujur sejak dini. ”Semoga siswa-siswi ini bisa menjadi pemimpin bangsa yang jujur. Itu paling tidak awal dari adanya kantin kejujuran ini,” tandasnya.
0 komentar:
Posting Komentar